TIMES SIDOARJO, PACITAN – Di sebuah sudut wilayah Kabupaten Pacitan, ada sebuah bukit kecil bernama Gunung Lembu. Namanya terdengar gagah, seolah-olah gunung ini dulunya ditunggangi oleh raja-raja.
Tapi jangan bayangkan ada lembu bertanduk emas di sana. Yang ada justru sebuah makam tua, tempat peziarah datang dengan khusyuk, membawa doa dan harapan.
Bukhori (63), lelaki yang menjaga makam ini, tidak banyak bicara soal keistimewaan Gunung Lembu. Ia lebih suka merawat makam dan melayani para peziarah yang datang, entah dari Pacitan, Malang, Blitar, Tulungagung, bahkan Banten.
"Saya hanya menjaga, bukan juru kunci," katanya saat ditemui di kediamannya Dusun Pojok, Desa Tremas, Kecamatan Arjosari, Rabu (12/2/2025).
Namun, jangan salah. Gunung Lembu bukan sekadar tempat ziarah biasa. Dulu, di kawasan ini ditemukan arca berbentuk sapi. "Arca itu ditemukan sekitar sepuluh tahun lalu, lalu dipindahkan ke tempat lain," kata Bukori.
Selain arca, ada juga prasasti yang makin menguatkan dugaan bahwa tempat ini punya sejarah panjang, jauh sebelum Islam datang.
Dulu Tempat Ibadah, Kini Tempat Ziarah
Wawancara di rumah penjaga makam Gunung Lembu, Bukhori. (Foto: Dewi Sulistiana/TIMES Indonesia)
Gunung Lembu konon pernah menjadi tempat peribadatan agama Buddha. Namun, seiring waktu, jejak masa lalu itu terkubur oleh waktu, berganti dengan tradisi Islam yang lebih dominan.
Sekarang, nama Gunung Lembu lebih lekat dengan makam para sesepuh Perguruan Islam Pondok Tremas yang ada di puncaknya.
Lokasinya tidak terlalu jauh dari pusat Kota Pacitan, hanya sekitar 14 kilometer. Jalan ke sana cukup bagus, bisa dilewati kendaraan roda dua maupun roda empat.
Sabtu dan Minggu, tempat ini ramai. Santri datang hampir setiap hari, mencari ketenangan, mencari berkah. Tapi, dulu ada mitos yang beredar di kalangan santri.
"Katanya, kalau datang siang-siang bisa kena musibah atau mengalami kejadian aneh," kata Bukhori.
Namun, ia sendiri tak percaya. "Saya siang-malam di sini, aman-aman saja," tambahnya sambil tertawa lebar.
Hidup dari Warung Sederhana
Bukhori bukan orang kaya. Ia tak menarik biaya parkir, tak menyediakan kotak amal, tak meminta imbalan apa pun dari peziarah.
Untuk menghidupi keluarga, ia membuka warung kecil di sekitar makam. Kopi, rokok, dan jajanan ringan ia jual sekadarnya. "Yang penting cukup untuk makan," katanya.
Dulu, Bukhori bekerja sebagai buruh bangunan. Tapi, semakin tua, tenaganya makin tak kuat. Akhirnya, ia memilih mengurus makam. "Saya lebih tenang di sini. Bisa tetap ibadah, bisa tetap hidup," ujarnya.
Meski hanya seorang penjaga makam, Bukhori bisa menyekolahkan anak-anaknya. "Banyak yang tanya, apakah saya bisa hidup dari menjaga makam? Saya jawab, alhamdulillah cukup. Yang penting berkah," katanya dengan mata berbinar.
Cerita Mistis yang Tak Kunjung Pudar
Seperti halnya tempat-tempat ziarah lain, Gunung Lembu juga punya cerita mistis. Beberapa pengunjung mengaku melihat sosok aneh, mendengar suara gaib, atau mengalami kejadian ganjil. Tapi Bukhori tak ambil pusing.
"Saya di sini tiap hari, malam pun saya tetap di makam ini. Biasa saja, aman," katanya.
Menurutnya, mitos-mitos semacam itu memang sudah ada sejak dulu. "Tapi, kalau niat kita baik, insyaAllah tidak ada hal buruk yang terjadi," tambahnya.
Gunung Lembu tetap berdiri dengan segala keistimewaannya. Tempat ini bukan hanya soal makam, tapi juga tentang sejarah, ketenangan, dan pengabdian.
Bukhori, dengan caranya sendiri, telah menjaga warisan ini. Tidak dengan pamrih, tidak dengan berharap kaya, tapi dengan keikhlasan yang jarang ditemui di zaman sekarang.
Gunung Lembu mungkin tak setinggi gunung-gunung lain, tapi kisahnya lebih dari sekadar legenda. Ia adalah saksi bisu perjalanan waktu, dari masa Buddha hingga Islam, dari cerita mitos hingga kenyataan.
Dan selama masih ada orang seperti Bukhori, tempat semacam Gunung Lembu di Pacitan ini akan tetap hidup, tetap menjadi tujuan, dan tetap menyimpan cerita bagi siapa saja yang datang. (*)
Oleh: Dewi Sulistiana, Mahasiswa Magang Non Kependidikan STKIP PGRI Pacitan
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Asal Muasal Gunung Lembu, Wisata Religi di Pacitan yang Penuh Misteri
Pewarta | : Yusuf Arifai |
Editor | : Ronny Wicaksono |