https://sidoarjo.times.co.id/
Berita

Bolehkah Kurban untuk Orang yang Sudah Meninggal? Ini Pendapat Empat Mazhab

Jumat, 23 Mei 2025 - 08:27
Bolehkah Kurban untuk Orang yang Sudah Meninggal? Ini Pendapat Empat Mazhab Sapi merupakan salah satu hewan yang sah secara syar'i untuk kurban. (Foto: Yusuf Arifai/TIMES Indonesia)

TIMES SIDOARJO, JAKARTA – Menjelang Hari Raya Idul Adha, umat Islam sering mempertanyakan hukum kurban untuk orang yang sudah meninggal dunia.

Dalam fiqih Islam, para ulama dari empat mazhab memiliki pandangan yang berbeda mengenai hal ini, tergantung apakah almarhum semasa hidupnya pernah mewasiatkan kurban atau tidak.

Menurut para ulama, jika orang yang telah meninggal dunia pernah mewasiatkan untuk dikurbani, maka seluruh mazhab sepakat hukumnya boleh.

Bahkan, jika kurban tersebut merupakan nadzar atau janji yang wajib ditunaikan, maka hukumnya menjadi wajib bagi ahli waris untuk melaksanakannya.

Dalam kitab Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah Al-Kuwaitiyyah (juz 5, hal. 106), disebutkan:

إِذَا أَوْصَى الْمَيِّتُ بِالتَّضْحِيَةِ عَنْهُ، أَوْ وَقَفَ وَقْفًا لِذَلِكَ جَازَ بِالاِتِّفَاقِ. فَإِنْ كَانَتْ وَاجِبَةً بِالنَّذْرِ وَغَيْرِهِ وَجَبَ عَلَى الْوَارِثِ إِنْفَاذُ ذَلِكَ.

Artinya: Apabila mayit (orang yang telah meninggal dunia) pernah berwasiat untuk dikurbani atau ia mewakafkan sesuatu untuk kurban maka hukumnya boleh sesuai dengan kesepakatan para ulama. Jika kurbannya adalah kurban wajib karena nadzar atau lainnya maka wajib atas ahli waris melaksanakannya.

Namun, perbedaan pendapat muncul jika tidak ada wasiat, tetapi seseorang ingin berkurban atas nama orang yang sudah wafat. Dalam hal ini, mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali memperbolehkan, meskipun mazhab Maliki menyatakan hukumnya makruh.

Masih dari Al-Mausu'ah Al-Fiqhiyyah, dijelaskan:

أَمَّا إِذَا لَمْ يُوصِ بِهَا فَأَرَادَ الْوَارِثُ أَوْ غَيْرُهُ أَنْ يُضَحِّيَ عَنْهُ مِنْ مَال نَفْسِهِ، فَذَهَبَ الْحَنَفِيَّةُ وَالْمَالِكِيَّةُ وَالْحَنَابِلَةُ إِلَى جَوَازِ التَّضْحِيَةِ عَنْهُ، إِلاَّ أَنَّ الْمَالِكِيَّةَ أَجَازُوا ذَلِكَ مَعَ الْكَرَاهَةِ. وَإِنَّمَا أَجَازُوهُ لأَِنَّ الْمَوْتَ لاَ يَمْنَعُ التَّقَرُّبَ عَنِ الْمَيِّتِ كَمَا فِي الصَّدَقَةِ وَالْحَجِّ.

Artinya: Apabila si mayit tidak mewasiatkan untuk dikurbani lalu ahli waris atau orang lain mengurbani orang yang telah meninggal dunia tersebut dari hartanya sendiri maka mazhab Hanafi, Maliki, dan Hanbali memperbolehkannya. Hanya saja menurut mazhab Maliki mereka membolehkan tetapi makruh. Alasan mereka memperbolehkan berkurban untuk orang yang telah meninggal dunia adalah karena kematian tidak bisa menghalangi orang yang meninggal dunia untuk bertaqarrub kepada Allah sebagaimana dalam sedekah dan ibadah haji.

Sementara itu, Mazhab Syafi'i secara tegas melarang kurban untuk orang yang sudah meninggal dunia tanpa wasiat sebelumnya, dan menganggapnya tidak sah.

Imam Nawawi menyatakan dalam Minhajut Thalibin (hal. 321):

وَلاَ تُضَحَّى عَنِ الْغَيْرِ بِغَيْرِ إِذْنِهِ، وَلاَ عَنِ الْمَيِّتِ إِنْ لَمْ يُوصِ بِهَا.

Artinya: Tidak sah berkurban untuk orang lain (yang masih hidup) tanpa izinnya, dan tidak juga untuk orang yang telah meninggal dunia jika ia tidak berwasiat untuk dikurbani.

Pendapat serupa dikemukakan oleh Sayyid Abu Bakar Syatha Ad-Dimyathi dalam I’anatut Thalibin (juz 2, hal. 377):

 وَلاَ يُضَحِّي أَحَدٌ عَنْ غَيْرِهِ بِلاَ إِذْنِهِ فِي الْحَيِّ، وَبِلاَ إِيصَائِهِ فِي الْمَيِّتِ، فَإِنْ فَعَلَ وَلَوْ جَاهِلاً لَمْ يَقَعْ عَنْهُ وَلاَ عَنِ الْمُبَاشِرِ.

Artinya: Tidak boleh seseorang berkurban untuk orang lain yang masih hidup tanpa izinnya dan untuk orang yang telah meninggal dunia tanpa wasiatnya. Jika seseorang melakukannya meskipun karena ketidaktahuannya maka kurban tersebut tidak berlaku untuk orang yang telah meninggal tersebut dan juga tidak berlaku untuk orang yang melakukannya.

Dalam Tuhfatul Muhtaj (juz 9, hal. 368), Ibnu Hajar Al-Haitami menegaskan:

وَلاَ تَجُوزُ وَلاَ تَقَعُ أُضْحِيَّةٌ عَنْ مَيِّتٍ إِنْ لَمْ يُوصِ بِهَا.

Artinya: Tidak boleh dan tidak berlaku (tidak sah) kurban untuk orang yang telah meninggal dunia jika ia tidak mewasiatkannya.

Yang terpenting, niat tulus dalam ibadah menjadi kunci utama diterimanya amal di sisi Allah SWT. (*)

Pewarta : Yusuf Arifai
Editor : Ronny Wicaksono
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Sidoarjo just now

Welcome to TIMES Sidoarjo

TIMES Sidoarjo is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.