TIMES SIDOARJO, SIDOARJO – Mutasi pejabat eselon di lingkungan Pemkab Sidoarjo yang digelar Bupati Subandi pada 17 September 2025 lalu, seharusnya menjadi langkah pembenahan birokrasi demi memperkuat pelayanan publik. Namun, langkah itu justru berbuntut polemik. Wakil Bupati Hj. Mimik Idayana berencana menggugat ke PTUN, menilai proses mutasi tidak transparan dan menyalahi aturan.
Pemberitaan tentang kegaduhan politik atau lebih tepatnya ketidak akuran antara Bupati Sidoarjo, Subandi dan Wakil Bupati, Mimik Idayana menjadi headline berita utama media nasional maupu media lokal di Jawa Timur.
Dua peristiwa ini sontak memunculkan pertanyaan di tengah masyarakat kota delta, mengapa energi pemimpin daerah justru habis dalam pertikaian politik?
Padahal, yang diharapkan rakyat Sidoarjo dari pasangan Nupati dan Wakil Bupati hasil Pilkada 2024 lalu adalah kerja nyata. Mereka dipilih karena janji-janji politiknya. Tentang membangun infrastruktur yang lebih merata, menciptakan lapangan kerja baru, memperkuat UMKM, serta mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih. Tapi setahun berjalan, harapan itu justru terancam terkubur oleh tarik-menarik kewenangan antara Subandi dan Mimik Idayana.
Lalu Siapa yang Dirugikan?
Dalam setiap konflik politik, selalu ada pihak yang paling menderita, siapa itu? Rakyat! Perseteruan di pucuk pimpinan Pemkab Sidoarjo berisiko mengganggu stabilitas birokrasi. Para pejabat yang baru dilantik akan gamang, pelayanan publik bisa tersendat, dan program pembangunan berpotensi stagnan.
Sebab Kabupaten Sidoarjo tidak kekurangan masalah nyata yang butuh perhatian serius dari pimpinanya. Masalah banjir musiman, kemacetan, kemiskinan, pendidikan, jalan rusak, hingga ketimpangan pembangunan antara wilayah Sidoarjo Barat, Utara, Timur dan selatan masih menunggu solusi. Belum lagi tantangan pengangguran yang menuntut terobosan nyata dalam penciptaan lapangan kerja bagi pengangguran di Sidoarjo.
Semua persoalan itu membutuhkan kepemimpinan yang solid. Pemerintahan Daerah akan berjalan pincang bila Bupati dan Wakilnya terus berseteru, terus bertikai.
Politik Dewasa, Rakyat Butuh Kepemimpinan Berkelas
Bupati dan Wakil Bupati seharusnya menyadari bahwa jabatan mereka bukanlah arena untuk adu pengaruh, melainkan amanah dari rakyat. Demokrasi memberikan kepercayaan melalui bilik suara, bukan untuk menghadirkan drama, tetapi untuk menghadirkan solusi demi suksesnya pembangunan segala bidang.
Dalam hal mutasi pejabat, regulasi memang mengatur mekanisme yang jelas. Jika ada perbedaan tafsir, sebaiknya diselesaikan lewat koordinasi internal, bukan dengan saling berhadapan di ruang publik. Karena sekali lagi, yang dirugikan bukanlah para elite, melainkan masyarakat yang membutuhkan pemerintahan berjalan stabil.
Kedewasaan politik menjadi kunci. Pemimpin yang berkelas adalah mereka yang sanggup menahan ego, meredam perbedaan, dan mencari titik temu. Bupati Subandi dan Wabup Mimik harus duduk bersama, membangun kesepahaman, dan menunjukkan bahwa mereka mampu bekerja untuk rakyat yang memilihnya.
Harapan Rakyat Sidoarjo
Rakyat Sidoarjo hanya meminta satu hal sederhana, jangan suguhkan pertikaian, suguhkan kinerja. Masyarakat sudah lelah dengan konflik politik yang tak berujung. Mereka ingin melihat jalan desa diperbaiki, banjir tertangani, pelayanan di kantor pemerintah lebih cepat, serta kesempatan kerja yang terbuka luas dan pendidikan murah dengan fasilitas yang memadai serta pengentasan masalah kemiskinan.
Pemimpin datang dan pergi, tetapi rakyat selalu ada. Jangan sampai sejarah mencatat kepemimpinan Sidoarjo periode ini hanya sebagai masa pertikaian, bukan masa pembangunan.
Sudah saatnya energi elite politik di Kabupaten Sidoarjo difokuskan pada kerja nyata. Bupati dan Wakil Bupati harus ingat kembali janji politiknya saat kampanye. Mereka hadir sebagai pemimpin yang melayani, bukannya berseteru. Karena pada akhirnya, ukuran keberhasilan mereka bukan pada seberapa keras bertahan dalam konflik, melainkan seberapa besar kebermanfaatan yang dirasakan oleh rakyat Sidoarjo. (*)
* oleh: Rudi Mulya A, Biro TIMES Indonesia Surabaya Raya
*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id
____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.
**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]
**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim.
Pewarta | : Rudi Mulya |
Editor | : Wahyu Nurdiyanto |