https://sidoarjo.times.co.id/
Opini

Daya Kritis Mahasiswa yang Kian Tumpul

Jumat, 20 Juni 2025 - 23:19
Daya Kritis Mahasiswa yang Kian Tumpul Tita Lailatun Nisa, Aktivis PMII Sidoarjo Kompartemen HIPMI Perguruan Tinggi.

TIMES SIDOARJO, SIDOARJO – Di tengah derasnya arus teknologi digital, generasi muda dihadapkan pada kemudahan yang luar biasa dalam mengakses informasi. Namun, kemudahan itu tampaknya membawa konsekuensi yang tidak kalah serius: tumpulnya daya kritis mahasiswa.

Setelah melewati era pandemi yang membentuk generasi “mahasiswa daring” yang akrab dengan kuliah lewat layar, kini tantangan baru muncul melalui kehadiran teknologi kecerdasan buatan (AI).

Platform seperti ChatGPT dan sejenisnya dengan cepat menjadi alat bantu dalam kegiatan sehari-hari, termasuk dalam dunia pendidikan.

Indonesia bahkan disebut sebagai negara ketiga dengan pengguna AI terbesar di dunia, sebagaimana diungkapkan Chief of Public Policy & Government Relations GoTo Group, Ade Mulya. 

Di satu sisi, ini mencerminkan antusiasme terhadap inovasi. Namun di sisi lain, ketergantungan pada jawaban instan berpotensi melemahkan kemampuan berpikir kritis mahasiswa, inti dari pendidikan tinggi itu sendiri.

Mahasiswa yang terbiasa menerima informasi secara cepat tanpa proses analisis mendalam perlahan kehilangan daya nalar. Mereka cenderung pasif, tidak inovatif, dan hanya mengikuti arus. 

Kepekaan terhadap isu-isu sosial pun menurun. Hal yang dulu menjadi ciri khas mahasiswa, yakni keberanian menyuarakan pendapat, mengkritisi kebijakan, dan menjadi penggerak perubahan-kini semakin jarang terlihat.

Lebih memprihatinkan lagi, kampus yang seharusnya menjadi ruang tumbuhnya nalar kritis justru kerap kehilangan kepekaan. Kritik dari mahasiswa tidak lagi disambut sebagai bagian dari dinamika akademik, tetapi dianggap ancaman terhadap kenyamanan. 

Tidak sedikit dosen atau institusi yang mengedepankan kepatuhan di atas kebebasan berpikir. Ancaman nilai akademik atau IPK dijadikan alat kendali yang membungkam keberanian mahasiswa.

Situasi ini menimbulkan pertanyaan mendasar: jika mahasiswa tak lagi bebas berpikir dan bertindak, apa bedanya mereka dengan siswa sekolah menengah yang masih sepenuhnya dibimbing dan diarahkan? 

Aktivitas kemahasiswaan pun kini banyak bersifat formalitas-sekadar pelengkap administrasi akademik, bukan sebagai wadah pengembangan intelektual dan kepedulian sosial.

Padahal, sejarah mencatat bahwa mahasiswa memiliki peran penting dalam mengawal jalannya bangsa. Mahasiswa era 1990-an, misalnya, dikenal gigih memperjuangkan reformasi. Mereka berdiri lantang, kritis, dan tidak takut mengambil risiko.

Hari ini, mahasiswa memiliki modal besar berupa akses luas terhadap media sosial. Jika dimanfaatkan secara bijak, media sosial bisa menjadi alat perjuangan yang efektif. 

Sayangnya, yang banyak kita lihat justru fenomena “kaum rebahan” generasi yang asyik dengan layar ponsel, tenggelam dalam hiburan tanpa arah, dan apatis terhadap kondisi sekeliling.

Sudah saatnya mahasiswa bangkit dan menyadari bahwa teknologi adalah alat, bukan pelarian. Mereka perlu kembali ke jati diri sebagai agen perubahan, bukan sekadar pengguna teknologi, tetapi penentu arah masa depan bangsa.

***

*) Oleh: Tita Lailatun Nisa, Aktivis PMII Sidoarjo Kompartemen HIPMI Perguruan Tinggi.

*)Tulisan Opini ini sepenuhnya adalah tanggungjawab penulis, tidak menjadi bagian tanggungjawab redaksi timesindonesia.co.id

 

____________
**) Kopi TIMES atau rubik opini di TIMES Indonesia terbuka untuk umum. Panjang naskah maksimal 4.000 karakter atau sekitar 600 kata. Sertakan riwayat hidup singkat beserta Foto diri dan nomor telepon yang bisa dihubungi.

**) Naskah dikirim ke alamat e-mail: [email protected]

**) Redaksi berhak tidak menayangkan opini yang dikirim apabila tidak sesuai dengan kaidah dan filosofi TIMES Indonesia.

Pewarta : Hainor Rahman
Editor : Hainorrahman
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Sidoarjo just now

Welcome to TIMES Sidoarjo

TIMES Sidoarjo is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.