TIMES SIDOARJO, JAKARTA – Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa dengan suara bulat mendukung solusi dua negara, Palestina dan Israel, tetapi Benjamin Netanyahu menentangnya dan ngotot ingin menghak-i, negara-negara Muslim pun mulai Gerah
Solusi Majelis Umum PBB dari resolusi yang disponsori bersama Arab Saudi dan Prancis itu tidak mengikat dan dicetuskan hari Jumat untuk mendukung pengakuan negara Palestina yang merdeka.
Namun dalam kunjungannya ke permukiman Israel di Tepi Barat yang diduduki, Perdana Menteri Israel, Benjamin Netanyahu menegaskan bahwa ia tidak menginginkan ada negara Palestina. "Tempat itu milik kami," katanya.
Sekutu terdekat Israel, Amerika Serikat juga menentang pembentukan negara Palestina.
Penasihat Misi AS, Morgan Ortagus menyebutnya sebagai "aksi publisitas yang salah arah dan tidak tepat waktu yang merusak upaya diplomatik serius untuk mengakhiri konflik".
Sementara itu negara-negara Arab Muslim seperti Iran dan Maroko mulai gerah dengan sikap dan pendirian Israel soal itu.
Mantan Perdana Menteri Maroko, Abdelilah Benkirane menyerukan agar KTT Darurat Arab-Islam "harus tegas terhadap Israel" dan mengirimkan "pesan pencegahan" menyusul serangan Israel terhadap Qatar dan pelanggaran kedaulatannya Selasa lalu.
"Warga negara Arab dan Muslim mengharapkan para pemimpin mereka berperilaku dengan cara yang membuat kami merasa bermartabat dan aman di rumah dan tanah kami sendiri," kata Benkirane yang juga Sekretaris Jenderal Partai Keadilan dan Pembangunan Maroko ini.
"Israel harus dihalangi, dan Amerika Serikat harus memahami bahwa persahabatan dengan negara Islam tidak bisa dipertahankan jika Amerika Serikat secara bersamaan membiarkan Israel menyerang negara-negara Islam," tegasnya.
"Saya harap di pertemuan puncak besok, Anda setidaknya akan mengambil langkah-langkah untuk menunjukkan bahwa Anda tidak terlibat dalam hal ini dengan geng bernama Israel. Ancaman Israel tidak lagi diharapkan, tetapi telah menjadi kenyataan. Apakah Anda menunggu untuk dimakan seperti hari banteng putih dimakan?," katanya lagi.
Ia menekankan bahwa isu ini tidak lagi terkait dengan Hamas, Ikhwanul Muslimin, atau bahkan penduduk Gaza atau seluruh warga Palestina. "Saat ini tidak ada satu pun negara Arab yang bisa mengklaim aman dari Israel," tegasnya.
"Apa yang bisa meyakinkan kita bahwa orang yang mengebom Qatar juga tidak akan mengebom negara tetangga lainnya, seperti UEA, Arab Saudi, Turki, bahkan Maroko, Aljazair, Tunisia, dan Libya?," ujar Benkirane
Pesan kepada para undangan KTT besok, Benkirane berpesan semua peserta pertama dan terutama harus berterus. "Kami terancam sebagai warga negara, tetapi kalian terancam di singgasana kalian. Jika rakyat tidak lagi merasa bahwa para penguasa dapat melindungi mereka, pakta di antara mereka akan bubar, dan rakyat akan mencari solusi lain," tambahnya.
"Kita tidak meminta mereka untuk menyatakan perang terhadap Israel, tetapi apa arti dari kebijakan persahabatan dengan Israel ini? Dalam situasi seperti ini, setidaknya kita harus memutuskan hubungan diplomatik, atau setidaknya memanggil pulang para duta besar dan memprotes mereka," tambah dia.
Sekretaris Dewan Keamanan Nasional Tertinggi Iran, Ali Larijani juga mendesak negara-negara Muslim membuat sebuah "markas operasi gabungan" untuk melawan ancaman-ancaman yang ditimbulkan oleh rezim Israel itu.
Ali Larijani memperingatkan, bahwa menyelenggarakan KTT Darurat Arab-Muslim yang penuh dengan pidato, tetapi tanpa tindakan konkret, sama saja dengan mendukung agresi baru terhadap Israel.
"Anda tidak melakukan apa pun untuk rakyat Palestina yang kelaparan dan tertindas, setidaknya ambillah langkah-langkah untuk mencegah kerusakan lebih lanjut dan melindungi kepentingan Anda sendiri," kata Larijani.
Organisasi Kerja Sama Islam, OKI, juga mendesak agar dunia bergerak untuk melaksanakan langkah deklarasi New York yang diadopsi Majelis Umum PBB itu.
OKI mengatakan, bahwa merupakan kewajiban semua negara untuk melaksanakan langkah-langkah yang diuraikan dalam Deklarasi New York, yang diadopsi oleh Majelis Umum PBB itu.
Deklarasi tersebut, yang menyerukan solusi dua negara dan resolusi damai untuk konflik Israel-Palestina, memperoleh dukungan mayoritas dari Majelis Umum PBB.
"Dukungan luas ini merupakan konsensus dan komitmen internasional untuk bekerja menuju pembentukan negara Palestina, mengakhiri pendudukan Israel, dan mencapai perdamaian yang adil dan komprehensif di kawasan tersebut,” ujar OKI, Sabtu.
Organisasi tersebut menghimbau semua negara untuk memikul tanggung jawab mereka dan segera bergerak untuk melaksanakan langkah-langkah yang terkandung dalam deklarasi tersebut, termasuk pengakuan penuh terhadap Negara Palestina dan dukungan terhadap keanggotaan penuhnya di PBB.
Pernyataan tersebut juga mendesak negara-negara untuk memberikan “tekanan kepada Israel, pasukan pendudukan, untuk menghentikan kejahatan pendudukan, agresi, pemukiman, pengungsian, penghancuran, dan kelaparan terhadap rakyat Palestina.”
Organisasi Muslim beranggotakan 57 negara itu menegaskan komitmennya untuk bekerja dan bekerja sama dengan semua pihak internasional guna memastikan pelaksanaan deklarasi tersebut, khususnya mengenai pembentukan negara merdeka di perbatasan 4 Juni 1967, dengan Yerusalem Timur sebagai ibu kotanya.
OKI memuji peran perintis yang dimainkan oleh Arab Saudi dan Prancis dalam menjadi ketua bersama konferensi tersebut dan upaya bersama mereka dalam memobilisasi dukungan untuk adopsi dan penyusunan dokumen akhir.
Israel dan Hamas Dikecam
Resolusi Majelis Umum itu mengecam serangan Hamas di Israel selatan pada 7 Oktober. Resolusi itu juga mengecam pengepungan dan kelaparan yang dilakukan Israel di Gaza, yang mengakibatkan bencana kemanusiaan.
Dari 193 negara anggota badan dunia, 142 negara mendukung "Deklarasi New York", 10 menentang termasuk Amerika Serikat dan Israel, dan 12 negara lainnya abstain.
Resolusi yang diajukan oleh Prancis dan Arab Saudi tersebut membayangkan Otoritas Palestina (PA) memerintah dan mengendalikan seluruh wilayah Palestina, dengan komite administratif transisi yang segera dibentuk setelah gencatan senjata di Gaza.
"Hamas harus mengakhiri kekuasaannya di Gaza dan menyerahkan persenjataannya kepada Otoritas Palestina," demikian pernyataan tersebut, seraya menambahkan bahwa Hamas juga harus membebaskan semua sandera.
Juga diusulkan pengerahan misi yang didukung PBB untuk melindungi warga sipil Palestina dan memberikan jaminan keselamatan bagi warga sipil Palestina dan Israel, mendukung pengalihan pemerintahan secara damai ke Palestina serta memantau gencatan senjata dan perjanjian perdamaian di masa mendatang.
Dokumen setebal tujuh halaman tersebut mengecam "serangan yang dilakukan Hamas terhadap warga sipil" di Israel selatan pada 7 Oktober 2023, ketika militan pimpinan Hamas menewaskan sekitar 1.200 orang, banyak diantaranya warga sipil, dan menyandera 250 orang. Dari jumlah tersebut, 50 orang masih disandera, termasuk sekitar 20 orang yang diyakini masih hidup.
Tetapi laporan tersebut juga mengecam serangan Israel terhadap warga sipil dan infrastruktur sipil di Gaza serta "pengepungan dan kelaparan yang telah mengakibatkan bencana kemanusiaan yang dahsyat dan krisis perlindungan."
Setelah 7 Oktober, menurut Kementerian Kesehatan Gaza yang angkanya tidak membedakan antara pejuang dan warga sipil, serangan Israel berikutnya hingga kini telah menyebabkan lebih dari 64.000 warga Palestina meninggal dunia, sebagian besar wanita dan anak-anak. Angka-angka tersebut berulang kali dikutip oleh lembaga-lembaga internasional, seperti PBB.
Sebagian besar wilayah Gaza telah rata dengan tanah dan sebagian besar penduduk wilayah yang berpenduduk lebih dari 2 juta jiwa itu telah mengungsi.
PBB telah menyatakan bahwa bencana kelaparan kini sedang terjadi di wilayah kegubernuran Gaza, dan memperkirakan bencana ini akan meluas ke Deir al Balah dan Khan Younis pada akhir bulan ini.
Terakhir, deklarasi tersebut menyerukan kepada negara-negara untuk mengakui negara Palestina, dalam apa yang disebutnya sebagai "komponen penting dan tak terpisahkan" dalam mencapai solusi dua negara.
Tanpa menyebut nama, tetapi merujuk secara jelas kepada Israel, dokumen tersebut berbunyi, "tindakan sepihak yang ilegal menimbulkan ancaman eksistensial terhadap terwujudnya negara Palestina yang merdeka."
Namun Israel seperti disampaikan Perdana Manteri Benjamin Netanyahu ngotot ingin menghak-i tanah Gaza sebagai miliknya. Ini yang membuat negara-negara Arab dan Muslim "gerah" atas sikap Israel dan dalam KTT Darurat Arab-Muslim besok harus ada pesan harus tegas "lawan usaha Israel". (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: PBB Dukung Solusi Negara Palestina, Israel Menentang, Negara Muslim Gerah
Pewarta | : Widodo Irianto |
Editor | : Deasy Mayasari |